Sumber: wikimedia.org |
Dunia sekarang yang hampir semuanya digital ini memang dapat menjadi sebuah tantangan untuk menjadi lebih baik atau lebih tidak baik. Salah satunya adalah dunia perfilman di Indonesia. Dulu kita biasanya melihat film serial yang tampil di layar kaca adalah manusia asli. Di Indonesia sendiri masyarakatnya lebih suka melihat tontonan yang bersifat menghibur. Entah hiburan itu p
ositif atau negatif kalau bisa buat ketawa pasti akan menjadi trending topik di masyarakat.
Kali ini yang akan dibahas adalah kartun serial digital SOPO JARWO yang sering dibicarakan oleh masyarakat. Kartun digital ini asli buatan tangan anak Indonesia. Kita patut bangga akan hal itu. Akhirnya ada juga anak Indonesia yang melestarikan budaya asli Indonesia dengan bentuk kartun digital.
Namun, gambar yang bagus tidak terlalu sering dibarengi dengan alur cerita yang bagus. Kartun notabenenya adalah tontonan semua umur, namun anak-anak adalah incaran dari pasar kartun ini. Berdasarkan pengamatan pribadi, ada beberapa pesan yang positif sekaligus negatif di dalam serial kartun ini. Mari dibahas satu persatu.
Sebelum membahas pesan positif atau negatif. ada baiknya kita tahu informasi umum dari kartun ini. Pertama, ada dua orang pemuda dewasa yang selalu bersama, namanya Sopo dan Jarwo. Jarwo digambarkan sebagai bos yang sering memerintah Sopo. Sopo sendiri hanya tangan kanan dari Jarwo. Lalu ada Adit dan kawan-kawan, anak kecil atau bisa dikategorikan masih sekolah dasar atau SMP. Mereka sering sekali mempermainkan SOPO dan Jarwo ini. Lalu ada bang Dedi mizwar yang memang mirip dengan muka aslinya dikehidupan nyata. Bang Dedi disini berperan sebagai penasehat, dan selalu ada pada saat di setiap akhir cerita. Sopo dan Jarwo adalah orang yang paling sering diceramahi oleh bang Dedi ini.
Pesan Positif:
1. Anak-anak dan orang dewasa pada umumnya bisa mengambil hikmah untuk bisa lebih santun dan dapat diandalkan. Karena dalam cerita ini sering kali Sopo dan Jarwo melakukan kesalahan, seperti tidak amanah saat mengantar kue, suka menipu demi keuntungan pribadi saat menjual lilin yang bukan miliknya, dan sejenisnya.
2. Anak-anak dapat melihat gambaran umum dari permainan tradisional yang hampir punah.
3. Anak-anak dan orang dewasa juga dapat mencontoh kehidupan Adit keluarganya yang tentram.
Pesan (yang menjurus kepada) Negatif:
1. Anak-anak yang biasanya suka meniru apa yang dilihat oleh kelakukan Sopo dan Jarwo di kartun itu. Sopo dan Jarwo sering melakukan hal negatif.
2. Anak-anak juga akan meniru kelakukan Adit dan kawan-kawan yang sering mempermainkan Sopo dan Jarwo.
3. Dalam kartun tersebut seolah-olah orang dewasa (Sopo dan Jarwo) selalu salah dan melakukan hal kurang baik. Sedangkan anak-anak (Adit dkk) sering memerankan hal yang baik-baik, kalaupun salah sering dibela juga, namanya anak-anak.
Lalu, apa masalahnya?
Masalahnya adalah memang kebanyakan orang tua di Indonesia sering membela anaknya, entah itu anaknya benar atau salah. Anak-anak juga sering kali mengaduh kepada orang tua jika mereka merasa tidak diperlakukan dengan baik oleh temannya, lagi-lagi entah itu dia (anak) memang benar atau memang salah.
Contoh: sering kali kita melihat anak yang sedang asik bermain. Lalu ada dua anak yang berebut satu mainan. Mereka berusaha keran untuk memperoleh mainan itu, walaupun mereka tahu itu bukan milik mereka. Akhirnya (yang namanya anak-anak tadi) saling memukul dan menangis satu sama lain. Lalu kalau ada teman lain disekitarnya, mereka akan menyoraki mereka dengan keras, bukannya melerai perkelahian anak-anak itu.
setelah mereka lelah, mereka masing-masing akan berlari kerumah dan mengaduh pada orang tua masing-masing. Entah sang anak memberikan cerita yang sesungguhnya atau tida, sang orang tua pasti akan membela anaknya dan menganggap anak lain yang memukul anaknya adalah anak kurang ajar. Bisa jadi kalau kedua orang tua itu akhirnya bertemu dan juga berkelahi demi membela anaknya.
Dari cerita singkat itu, kita dapat melihat bahwa, sesungguhnya orang dewasa harus bersikap dewasa juga. Kalau memang anak mereka dibuat menangis oleh anak lain, maka buatlah mereka kembali tersenyum dengan hal positif lainnya, bukannya membuat hal negatif baru dengan berjuang keras kalau anaknya pasti benar. Orang dewasa juga seharusnya sadar bahwa, perilaku mereka adalah imitasi dari apa yang anak-anak lihat. Entah itu perilaku dari orang tua, orang terdekat dan bahkan televisi.
Oke, kembali lagi ke kartun serial digital itu. Yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa selalu Sopo dan Jarwo yang melakukan hal aneh, kemudian di nasehati oleh bang Dedi. Padahal mereka sudag dewasa, dan seharusnya memberikan contoh positif untuk ditiru oleh Adit dkk. Kenapa Adit dkk melakukan hal yang baik, sedangkan mereka masih proses belajar. Padahal pada proses belajarlah seseorang bisa dibentuk menjadi orang yang lebih baik atau lebih buruk. Orang yang belajar dari kesalahan akan menjadi lebih baik di masa depan, daripada orang yang selalu datar dalam kehidupannya.
Pertanyaan: Kok jadi dipermasalahkan, terserah penulisnya mau menjadikan SOPO Jarwo yang salah atau anak-anak.
jawaban: Oke.... tapi begini loh. masih ingat peribahasa, belajar sewaktu kecil bagai menulis diatas batu, belajar diwaktu dewasa bagai menulis diatas air. Kita ambil peribahasa itu untuk menjelaskan fenomena Sopo Jarwo ini. Orang yang telah dewasa (SOPO JARWO) berapa kalipun dinasehati akan tetap melakukan hal yang sama, karena bagai menulis diatas air, hari ini ingat besok lupa. Sedangkan kalau anak-anak (Adit dkk) melakukan kesalahan dan dinasehati oleh Bang Dedi, mereka akan memperbaiki kesalahan itu, bagai menulis diatas batu, mereka ingat kesalahan dan pelajaran yang diberikan oleh bang Dedi.
Ada kata mutiara juga.... Melakukan kesalahan tidak boleh dua kali. Jika melakukan kesalahan dua kali atau lebih, itu bukan kesalahan tapi pilihan.
Ayo bersama sama membagun serial TV yang membangun karakter yang positif.
Maaf sekali jika komenan ini sedikit atau banyak menyinggung penggemar atau bahkan pembuat kartun ini. Ini ditulis berdasarkan pengamatan blogger sendiri. Mohon maaf jika ada kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar