Pages

Berita Kematian Lewat Pengeras Suara?



Salam Sejahtera buat kita semua....

Beberapa hari ini sepertinya hari untuk mawas diri. Selain skripsi yang tak kunjung kelar-kelar karena administrasi yang tak jelas-jelas, juga sudah beberapa hari masjid menyiarkan berita kematian. Maaf saja, saya tidak begitu paham tentang mengumumkan berita kematian lewat pengeras suara masjid. Diumumkan atau tidak, biasanya tidak jelas dan terkesan seadanya. Kemudian timbul pertanyaan; "Bolehkah Kaum Islam mengumumkan berita kematian lewat pengeras suara masjid?"

Tentu saja, saya menulis blog ini dengan berbekal bacaan dari pencarian yang valid dari sumber terpercaya. Beberapa sumber mengenai pemberitaan kematian lewat masjid adalah:

dari hukum hadist

Soal : Apakah menyiarkan kematian seseorang di masjid termasuk perbuatan haram?
Jawab : Alhamdulillah, Nabi shalallahu ‘alaihi was salam melarang dari na’i (meratapi mayit). Yang dilarang disini adalah apa yang biasa dilakukan oleh orang jahiliyah, seperti mereka mengutus orang untuk menyiarkan kematian seseorang dengan cara mengangkat suara/berteriak. Oleh karenanya jumhur ulama berpendapat jika na’i (penyiaran kematian seseorang) disertai dengan teriakan maka terlarang hukumnya.
Sebagian pengikut Madzhab Hanafiyah berpendapat tidak makruhnya menyiarkan kematian seseorang di pasar-pasar selama tidak disertai dengan pujian (kepada si mayit). Mereka mengatakan, “Perbuatan ini untuk memperbanyak orang yang mensholatkan dan memintakan ampun bagi mayit; dan tidaklah serupa dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Kebiasaan orang jahiliyah mereka mengutus seseorang kepada kabilah untuk menyiarkan kematian disertai dengan teriakan, tangisan, pujian, dan ratapan.
Yang mengherankan disini bahwa tujuan untuk memperbanyak orang yang mensholatkan dan memintakan ampun untuk si mayit dapat tercapai tanpa disertai teriakan. Sesungguhnya menyiarkan kematian dengan cara berteriak dari sisi tata cara serupa dengan perbuatan orang jahiliyah yang telah dilarang. Lihat Al ‘Inayah Syarah Al Hidayah 3/267, Fathul Qodir 2/128, Al Khurasyi Ala Mukhtashar Khalil 2/139, Al Muhadzab 1/132, Asy Syarhu Al Kabir 6/287, Fathul Bari 3/117.


Dari hadist tersebut menurut pandangan dan pemahaman saya, yang dilarang adalah na'i (meratapi mayit). Jika memang arti na'i adalah meratapi mayat berarti yang dilarang adalah perbuatan-perbuatan yang membuat seseorang ingat pada orang yang meninggal sehingga muncul rasa (baik positif maupun negatif) dari orang lain, seperti membanggakan atau menceritakan hal buruk atau baik dari si mayat. Ditambahkan juga, berteriak, menangis, memberi pujian dan meratapi mayat adalah perilaku jahiliyah yang tidak patut ditiru oleh muslim dan muslimah. 

Sebagai seorang manusia biasa, tentu saja ditinggalkan oleh orang terkasih adalah hal yang menyedihkan. Entah itu keluarga, teman, sahabat, dan lain sebagainya. Tentu saja berkabung dalam artian sedih karena ditinggalkan mayat dan juga sedih karena dunia ini hanya sementara (untuk mengingat akhirat) menjadi hal yang wajar. Namun hal ini akan menjadi tidak baik (karena mencontoh orang jahiliyah) bila perasaan itu berlebihan, seperti telah disebutkan di penjelasan sebelumnya berteriak, menangis, memberi pujian apalagi meratapi mayat adalah perbuatan orang jahiliyah. Sesungguhnya berkabung karena kematian adalah sebagai pengingat untuk manusia yang masih hidup di dunia ini untuk mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk bekal diakhirat.

Ada Hadist berikut ini sebagai penjelas dari blog
Al hadaad, terbagi menjadi dua. Pertama, berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari. Kedua, berkabung dari kematian salah satu anggota keluarganya, selain suami selama tiga hari.

Pembagian ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salllam : 

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا رواه مسلم

"Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya" [1] 

Dan dalam riwayat Bukhari terdapat tambahan lafazh :

فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

"Maka ia berkabung atas hal tersebut selama empat bulan sepuluh hari"[2]

ada juga info lain dari hadist di blog ini sebagai berikut:

Ibnu Hajar juga menyebutkan bahwa Sa’id bin Manshur menyebutkan tentang mengumumkan berita kematian yang termasuk perbuatan orang Jahiliyyah. Dikabarkan dari Ibnu ‘Ulayyah, dari Ibnu ‘Aun, ia berkata bahwa ia bertanya pada Ibrahim, “Apakah mereka melarang mengumumkan berita kematian?” Ibrahim pun menjawab, “Iya terlarang.” Ibnu ‘Aun menjelaskan,
إِذَا تُوُفِّيَ الرَّجُل رَكِبَ رَجُل دَابَّة ثُمَّ صَاحَ فِي النَّاس : أَنْعِي فُلَانًا
“Jika ada yang meninggal dunia, maka ada yang akan menaiki hewan tunggangan lantas berteriak di khalayak ramai, “Aku kabarkan tentang berita kematian si fulan.” (Fathul Bari, 3: 117)

dari petikan hadist itu menjelaskan bahwa, tidak boleh berteriak untuk mengumumkan bahwa ada seseorang yang meninggal dunia. Karena dahulu belum ada pengeras suara seperti saat ini, mereka menggunakan suara alami dan berkeliling dengan hewan yang bisa ditunggangi (kuda, unta, dan sejenisnya) untuk menyiarkan berita kematian kepada orang lain.

Apa yang disebutkan di atas sama dengan yang disebutkan oleh ulama besar Syafi’iyah yaitu Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah, di mana beliau berkata,
أَنَّ النَّعْي لَيْسَ مَمْنُوعًا كُلّه ، وَإِنَّمَا نُهِيَ عَمَّا كَانَ أَهْل الْجَاهِلِيَّة يَصْنَعُونَهُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ مَنْ يُعْلِن بِخَبَرِ مَوْت الْمَيِّت عَلَى أَبْوَاب الدُّور وَالْأَسْوَاق
“Mengumumkan berita kematian tidaklah semua terlarang. Yang terlarang hanyalah yang dahulu dilakukan orang Jahiliyah di mana mereka mengutus beberapa orang untuk mengumumkan berita kematian di pintu-pintu dan di pasar-pasar. ” (Fathul Bari, 3: 116).

Kemudian pada hadist ini, dilarang juga kalau sengaja mengutus orang lain untuk menyiarkan berita dari pintu ke pintu dan di pasar-pasar.

Cukup ribet bukan memaknai hal ini:
Saya akan mencoba memahami hal ini secara ilmu sosial yang pernah saya pelajari,
Pertama.
Menyiarkan kematian seseorang dari pengeras suara (entah itu berkeliling atau dari satu tempat) adalah suatu tindakan yang tidak mau bersosialisasi dalam artian menggunakan beberapa orang untuk menyiarkan kematian. Keuntungan dari dilakukannya hal ini adalah tidak memerlukan tenaga dan orang yang banyak. Namun kerugian dari dilakukannya hal ini jauh lebih banyak dari segi positifnya, (1) orang tidak begitu jelas dengan berita yang dikabarkan lewat pengeras suara (2) tidak adanya kejelasan, jika ada warga sekitar yang tidak begitu mengenal orang yang meninggal atau ada beberapa nama yang sama di daerah tersebut. Tidak lucu kan datang melayat ke tempat orang yang belum meninggal karena namanya sama. (3) tidak ada sosialisasi yang baik antar warga untuk menyiarkan berita kematian secara konvensional dan kejelasan yang pasti. Biasanya apabila berita itu tidak jelas atau orang itu tidak dikenal, maka warga cenderung akan mengabaikan hal tersebut. (4) terlalu memanfaatkan teknologi, jika teknologi itu tidak ada (listrik padam) maka tidak ada pemberitaan kematian.

Menyiarkan kematian kepada orang lain adalah hal yang diperbolehkan, karena menjadi kewajiban warga sekitar untuk mengurus mayat sampai dikuburkan. Namun jika masih banyak muslim atau muslimah yang mempertahankan adat jahiliyah seperti yang telah dijelaskan, maka hal ini menjadi tidak baik hukumnya. Lagi pula, menyampaikan sesuatu dengan cara berteriak adalah hal yang tidak sopan.

Namun ini hanya tanggapan saya. Jika ada tanggapan yang lebih baik, langsung komentar saja.
Semoga kita diberi kelapangan ilmu untuk bekal di akhirat nanti.
Wasalam


[1] HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Thalaq, bab Wujub Al Ihdaad, no. 3714. 
[2] HR Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab Al Janaaiz, bab Ihdaad Al Mar’ah ‘Ala Ghairi Zaujiha, no. 1280. Lihat Fathul Bari, Op.cit, hlm. 3/146.


Aturan Megaphone (TOA) masjid dari hukumonline.com


Umaru

Selalu belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi menuju Ridho Sang Ilahi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar